Pada tanggal 12 Januari 2014, presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menetapkan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2014
mengenai kebijakan larangan ekspor bijih nikel mentah sebagai bentuk realisasi
dari Undang-undang No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
(minerba). Undang-undang ini beresensi agar semua bahan baku mineral seperti
emas, nikel, bauksit, bijih besi, tembaga, dan batubara mengalami proses nilai
tambah sebelum diekspor.
Peraturan ini juga mewajibkan pemilik usaha untuk
membangun smelter, sebuah fasilitas pengolahan hasil tambang yang
berfungsi meningkatkan kandungan logam seperti timah, nikel, tembaga, emas, dan
perak hingga mencapai tingkat yang memenuhi standar. Diharapkan
pembangunan smelter ini akan meningkatkan investasi dalam negeri
karena fasilitas smelter yang ada saat ini masih terbatas.
Ditilik dari segi lingkungan, ada beberapa efek negatif di
balik keberadaan smelter.
Pertama,smelter membutuhkan banyak sekali
pasokan listrik dan batubara sebagai bahan bakar proses pengolahan.
Proses smelting pun pada akhirnya akan menghasilkan konsentrat
mineral, serta produk limbah padat berupa batuan dan gas buang SO2. Saat
menguap ke udara, maka senyawa SO2 dapat menyebabkan hujan asam yang jika turun
ke tanah akan meningkatkan derajat keasaman tanah dan sumber air sehingga
membahayakan kelangsungan hidup vegetasi dan satwa.
Salah satu contoh nyata dari kerusakan lingkungan yang
disebabkan oleh smelter adalah peristiwa yang terjadi di Norilsk,
Rusia. Dulunya kota ini merupakan kompleks smelting logam berat
terbesar di dunia. Dalam setahun lebih dari 4 juta ton cadmium, tembaga, timah,
nikel, arsenik, selenium, dan zinc terlepas ke udara. Kadar tembaga dan nikel
di udara melebihi ambang batas yang diperbolehkan, dan sebagai akibatnya dalam
radius 48 km dari smelter, tidak ada satu pohon pun yang bertahan hidup.
Pada manusia dan satwa, semua jenis senyawa nikel juga dapat
menyebabkan iritasi saluran pernapasan, pneumonia, emphysema, hiperplasia, dan
fibrosis. Selain itu, percobaan laboratorium membuktikan bahwa senyawa nikel
dapat menembus dinding plasenta pada mamalia sehingga dapat mempengaruhi
perkembangan embrio dengan risiko kematian dan malformasi. Pada eksperimen
berbeda yang dilakukan dengan cara menyuntikkan senyawa nikel pada organ-organ
tubuh tertentu pada hewan percobaan, didapati munculnya sel-sel kanker akibat
mutasi yang dialami oleh jaringan tubuh.
Informasi Lengkap: profauna.net/id/content/selamatkan-taman-nasional-baluran#.XFEn5sFR3IV
Tidak ada komentar:
Posting Komentar